Selasa, 22 November 2011

Jangan Rusak Jiwa Anak Kita

Anak yang membanggakan pasti merupakan idaman setiap orangtua. Merupakan hal yang wajar, bila anak yang berprestasi atau memiliki kelebihan kemudian menjadi buah bibir orangtuanya. Hal ini bisa kita lihat manakala para orangtua berkumpul, pasti ada saja topik yang membahas kebanggaan mereka terhadap anak.

Meskipun membanggakan anak awalnya merupakan tanda syukur kita terhadap karunia Allah, akan tetapi ada beberapa dampak yang harus kita waspadai manakala berbicara tentang hal ini.

Dampak pertama membanggakan adalah membandingkan. Manakala seseorang membanggakan sesuatu, ia akan cenderung mengganggap remeh hal lain yang menjadi pembandingnya. Dalam hal ini, orangtua yang membanggakan kelebihan anaknya pasti akan membandingkan kelebihan sang anak terhadap anak orang lain yang menjadi lawan bicaranya, secara langsung ataupun tidak. Kondisi membandingkan ini pasti akan menumbuhkan ketidaknyamanan dalam hati lawan bicara. Akibatnya, boleh jadi orangtua yang merasa dibandingkan tersebut “ngedumel” dalam hati atau malah balik menyerang dengan sanggahan dan berakhir dengan pertengkaran.

Dampak lanjutan dari membandingkan ini adalah perasaan rendah diri orangtua yang berada “di pihak yang kalah”. Mereka akan merasa bahwa anak mereka bukanlah orang-orang yang istimewa. Akibatnya, bukan hanya orangtua yang tertekan, anak-anak pun akan terkena dampak. Orangtua akan memaksa anaknya untuk mencapai keberhasilan yang sama.

Misalkan saja, orangtua yang memiliki anak berusia di atas satu tahun tetapi belum dapat berjalan cenderung memaksa anaknya untuk segera berjalan, meski hanya dengan mengeluh di depan anaknya, “Koq, kamu belum bisa jalan sih, Nak?”

Efeknya tentu dapat dirasakan pada harga diri anak. Alih-alih orangtua bertugas sebagai pembangun harga diri dan tempat berlindung anak, orangtua yang telah berada di bawah tekanan pembandingan justru akan melemahkan harga diri anak.

Bila hal ini tidak segera disadari dan diperbaiki oleh orangtua, anaklah yang menjadi korban dari sebuah ambisi kebanggaan.

Melihat buruknya dampak yang diakibatkan dari berbangga-bangga ini, tentu sebaiknya kita meninggalkan sikap ini manakala tengah berbicara tentang anak. Seorang ulama bahkan pernah berpesan untuk menghindari membangga-banggakan anak ini ketika kita berada dalam sebuah forum silaturrahim.

Karena, selain dapat berakibat buruk bagi anak, sikap ini juga dapat merusak persaudaraan.

Jangan berlebihan

Kita masih mengingat akan penyebab turunnya ayat 103 surat Ali Imran yaitu sikap bangga-membanggakan antar kabilah yang akhirnya nyaris memicu perkelahian antar sahabat Anshar. Belajar dari peristiwa ini, alangkah baiknya jika kita menghindari sikap bangga-membanggakan yang Allah firmankan dalam surat At-Takatsur ayat 1: ??????????? ????????????

Bermegah-megahan telah melalaikan kamu.

Selain dapat merusak kehangatan persaudaraan, sikap berbangga ini akan membuat seseorang enggan datang bersilaturrahim atau malah menghindar untuk berbicara. Semua ini tentu akan melalaikan kita untuk menyambung tali silaturrahim dan saling tolong-menolong.

Padahal, telah sampai kepada kita ayat-ayat-Nya dan sunnah Rasul-Nya yang menyuruh kita untuk saling bahu-membahu dalam kebaikan dan mencegah dari perbuatan yang dimurkai Allah.

Tak sedikit di sekitar kita, ada orangtua membangga-banggakan salah satu anaknya dan di saat yang sama menjatuhkan anaknya yang lain.

“Tiru tuh, kakakmu, bukan seperti kamu,” begitu salah satu orangtua yang pernah saya dengar membanding-bandingkan anaknya.

Padahal, dengan membanding-bandingkan, akan membuat kerusakan pada jiwa masing-masing anak. Bagi yang dibanggakan ia berpotensi menjadi sombong, sementara bagi yang dijatuhkan, ia berpotensi menjadi rendah diri. Kedua-duanya akan berpotensi memiliki kepribadian buruk di kemudian hari.

Islam melarang sikap berlebihan. Dalam al_Quran Allah Ta’ala berfirman:

Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar…” [An-Nisaa': 171]

Sementara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah bersabda:

“Permudahlah dan janganlah kalian mempersulit. Berikanlah berita gembira, dan janganlah kalian menakut-nakuti”

Orangtua harusnya besikap adil kepada semua anaknya. Tak perlu menekankan bahwa “anak harus bisa”. Karena setiap anak memiliki potensi berbeda. Alangkah indahnya, jika salah satu potensi dan kelebihan di antara anaknya menjadi pemacu spirit bagi yang lainnya.

Alangkah indahnya, bila dalam setiap bertemunya orangtua dengan anak, yang hadir hanyalah kata-kata positif yang dapat mendorong dan membantu dan memberi semangat untuk menjadi lebih baik.

Begitupun bila anak kita memiliki kelebihan, menjadi lebih indah, bila kelebihan tersebut dapat menjadi solusi bagi permasalahan saudara kita. Kelebihan tersebut dapat melengkapi kekurangan yang dimiliki saudaranya.

Apalagi bila kemudian menjadi kesyukuran dan kebanggaan bersama. Tentu ini akan membuat persaudaraan semakin rekat dan semangat untuk berlomba-lomba menjadi yang terbaik dalam kebaikan semakin subur.

Jika rasa cinta dan kasih sayang orangtua kurang tercurahkan pada diri anak-anak, tak mustahil ia hanya akan tumbuh sebagai pribadi berprilaku aneh di tengah komunitasnya. Sebaliknya, jika orangtua memberi rasa lebih cinta dan kasih sayang, ia akan tumbuh menjadi pribadi barik di tengah kawan-kawannya. Ia akan menjadi percaya diri dan memiliki kepekaan sosial. Karena ituitu, kewajiban bagi orang tuauntuk memenuhi kebutuhan cinta dan kasih sayang pada mereka.

Perkataan Ibnu Khaldun dalam Kitab Al Muqaddimah bisa menjadi renungan kita bersama;

Barangsiapa yang pola asuhannya dengan kekerasan dan otoriter, baik (ia) pelajar atau budak ataupun pelayan, (maka) kekerasaan itu akan mendominasi jiwanya. Jiwanya akan merasa sempit dalam menghadapinya. Ketekunannya akan sirna, dan menyeretnya menuju kemalasan, dusta dan tindakan keji. Yakni menampilkan diri dengan gambar yang berbeda dengan hatinya, lantaran takut ayunan tangan yang akan mengasarinya.

Sumber : http://sakinahonline.com/?p=1348

Pendidikan Anak Tanggung Jawab Siapa

Pendidikan Anak Tanggung Jawab Siapa

Oleh : Abu Ibrahim Abdullah Bin Mudakir Al Jakarty

Ibu adalah tempat pendidikan pertama bagi anak-anak dan rumah adalah sebuah batu bata yang dengannya batu bata serupa terbentuk menjadi bangunan masyarakat. Di dalam rumah yang terbangun di atas pondasi menjaga ketentuan-ketentuan Allah, yang tegak dengan pilar-pilar kecintaan, kasih sayang, sikap itsar (mengutamakan orang lain) dan saling membantu dalam kebajikan dan taqwa, di dalam rumah seperti inilah akan lahir generasi pilihan ummat, anak sholeh dambaan setiap orang tua.

Sebelum seorang anak terdidik di tempat pendidikan dan masyarakat, rumah dan keluargalah yang terlebih dahulu mendidiknya. Seorang anak ibarat peminjam yang dari kedua orang tuanya ia mendapatkan pinjaman prilaku luhur, sebagaimana kedua orang tuanya bertanggung jawab dalam porsi besar dalam penyimpangan prilaku anak. Betapapun besar tanggung jawab ini, namun banyak orang tua yang mengabaikannya dan tidak melaksanakan sebagaimana semestinya, akibatnya mereka menelantarkan anak dan melalaikan pendidikan mereka. Kemudian, bila terlihat penyimpangan pada prilaku anak-anak merekapun berkeluh kesah. Mereka tidak sadar bahwa merekalah sebab pertama bagi penyimpangan tersebut, yaitu akibat mereka melalaikan amanah anak yang Allah berikan kepada mereka.

Allah berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَخُونُوا اللهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“ Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahuinya ” (QS. Al-Anfaal : 27)

Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “ Setiap kalian adalah pemimpin dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang suami pemimpin dirumahnya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya, dan seorang istri pemimpin di rumah suaminya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya”. ( HR. Bukhari daN Muslim dari Abdullah Bin Umar Radiyalallahu ‘Anhu)

Dan dalam riwayat Muslim : “Dan anakmu mempunyai hak atasmu”.

Banyak bentuk-bentuk pelalaian atau kesalahan pendidikan anak yang dilakukan oleh orang tua diantaranya.

Yang pertama : Memasukkan anak ke tempat pendidikan atau sekolah yang di dalanmnya mengajarkan hal-hal yang bertentangan dengan aqidah, tauhid dan terdapat pelanggaran syar’i di dalamnya.

Keimanan, tauhid serta aqidah adalah perkara yang terpenting yang kita miliki, sangat ironis sekali kalau ada orang tua yang mengorbankan aqidah anaknya hanya dengan tujuan dapat ijazah di sekolah umum misalnya atau bahkan sekolah Kristen atau Hindu hanya karena sekolah itu bagus atau ternama.

Rasululllah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “ Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrahnya (Islam), bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani atau Majusi “ (HR. Bukhari dari Abu Hurairah Radiyalallahu ‘Anhu)

Apakah para orang tua tidak takut terhadap suatu hari yang mereka akan dimintai pertanggung jawabkan atas apa yang mereka lakukan, atas amanah anak yang mereka abaikan, atas agama anak yang mereka tidak perdulikan…!!! Lalu setelah itu mereka berharap mempunyai anak yang sholeh ???!!!.

Lihat seorang bapak yang sholeh, mewasiatkan anaknya tentang perkara dien, tentang perkara tauhid tentang perkara aqidah, tentang supaya anaknya berhati – hati dari hal-hal yang membatalkan keimanannya. Sebagaimana yang Allah khabarkan tentang hamba yang sholeh Luqman yang berkata kepada anaknya

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“ Dan ( ingatlah ) ketika Luqman berkata kepada anaknya “ Hai anakku janganlah kamu mempersekitukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah benar-benar kedzaliman yang besar “ (Qs. Luqman :13)

Wahai para orang tua selektiplah dalam memilih tempat pendidikan, jangan engkau masukkan anak-anakmu ketempat pendidikan yang disana terdapat pelanggaran terhadap syariat islam apalagi pelanggaran terhadap aqidah islamiyah.

Yang kedua : Melalaikan pendidikan agama terhadap anak.

Diantara bentuk pelalaian yang sangat besar adalah ketika orangtua melalaikan pendidikan agama anak-anaknya. Perbuatan seperti ini merupakan pelanggaran amanah anak yang paling besar, sebagian orang tua menganggap dirinya sukses ketika anaknya selesai menempuh pendidikan sarjana atau insinyur atau yang sejenisnya. Dia lupa bahwa sukses mendidik anak adalah ketika pendidikkan orang tua menjadi sebab anaknya menjadi anak sholeh.

Rasululllah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “ Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan pada seseorang maka Allah pahamkan agama pada orang tersebut” (HR. Bukhari dan Muslim dari Muawiyah Radiyalallahu ‘Anhu)

Dalam hadist lain Rasululllah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :

“Jika mati seorang manusia, maka terputuslah amalannya kecuali 3 perkara :

  1. 1. Shadaqah Jariyah
  2. 2. Ilmu yang bermanfaat
  3. 3. Anak sholeh yang mendoakan kedua orang tuanya”.

(HR. Muslim)

Yang lebih ironisnya lagi, sudah orang tua melalaikan pendidikan agama anaknya, lalu ketika anaknya Allah kehendaki kebaikkan dengan Allah beri hidayah untuk menuntut ilmu agama diluar sana, untuk mengenal tauhid dan aqidah yang benar, untuk melaksakan sholat berjama’ah, untuk mengenakan hijab, untuk memelihara jengot, untuk berpakaian diatas mata kaki malah orang tua melarangnya atau memarahinya…!!!

Yang ketiga : Memasukan media perusak kedalam rumah

Diantara salah satu bentuk kesalahan dalam mendidik anak bahkan kesalahan yang sangat fatal adalah memasukan media perusak aqidah, akhlaq dan perangai anak, seperti TV, PS majalah seronok dan semisalnya kerumah. Sebagian orangtua beranggapan hal itu dilakukan untuk menyenangkan anak atau supaya anak dirumah tidak kemana-mana. Itulah kalau seseorang jauh dari ilmu agama, sengsara didunia dan diakhirat. Dia menganggap memasukan TV atau media perusak lainnya itu adalah sebagai ungkapan kasih sayang orang tua kepada anaknya, dia tidak sadar apa yang para orang tua lakukan memasukan TV kerumah sebuah perkara yang sangat berbahaya bagi anak, bagi kehidupan dunianya dan akhiratnya. TV adalah perusak aqidah, akhlak, adab, kepribadian seseorang apalagi seorang anak yang masih polos dijejali dengan hal-hal yang merusak sebagaimana yang ditayangkan ditelevisi.

Yang Keempat: Memanjakan anak dan tidak mengajari mereka untuk memikul tanggung jawab.

Diantara kesalahan yang banyak dilakukan orang tua adalah ketika para orang tua memanjakan anaknya, memberikan semua apa yang mereka minta dan inginkan dengan dilatar belakangi karena ingin membuat mereka senang. Pengarahan atau pendidikan seperti ini merupakan sebuah kesalahan, dampak jelek dari pendidikan seperti ini akan terlihat ketika anak sudah besar, seperti sikap lari dari tanggung jawab, cengeng dalam menghadapi problema kehidupan dan dampak buruk lainnya.

Yang kelima : Bersikap keras dan kasar kepada anak .

Sebagian orang tua ada yang menganggap bahwasanya sikap kasar, keras dengan memukul hingga membekas dibadannya misalnya atau membuat anak takut kepada dirinya adalah sebuah pendidikan yang akan menghasilkan anak yang nurut atau akan terjaga secara sebab dari ha-hal yang merusak anak. Justru hal ini akan menjadi sebab anak menjadi tertekan, minder, atau bahkan akan menjadi sebab anak benci terhadap orang tuanya.

Yang keenam : Kurangnya perhatian orang tua kepada anak atau curahan kasih sayang orang tua kapada anak.

Hal ini diantara sekian hal yang dapat mendorong mereka mencari hal-hal itu diluar rumah. Dengan harapan bisa menemukan orang yang bisa memberikan itu semua.

Dan tidak sedikit ada seorang anak perempuan merelakan menyerahkan kehormatannya hanya karena ingin mencari kasih sayang dari seorang pria, ada juga yang terjerumus kepada kenakalan remaja dan dampak buruk lainnya hanya karena ingin mencari perhatian.

Yang Ketujuh: Tidak memahami psikologis dan karakter anak-anak

Banyak diantara orang tua yang tidak memahami psikologis atau kejiwaan dan karakter anak-anaknya. Padahal anak-anak mempunyai pembawaan dan karakter yang berbeda-beda. Diantaranya ada yang mudah emosi, atau tersinggung atau bersikap dingin dan lain-lain. Akan tetapi orang tua tadi berinteraksi dengan anak-anak tersebut dengan pola yang sama, terlepas dari sisi kejiwaan mereka. Hal ini terkadang dapat menyebabkan penyimpangan mereka.

Wahai para orang tua inilah diantara penyimpangan dalam mendidik anak yang tidak sadar mungkin diantara kita ada yang melakukannya. Ingatlah bahwa kita akan ditanya diakhirat kelak

فَوَرَبِّكَ لَنَسْأَلَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ

“ Maka demi Rabbmu kami pasti akan menanyai mereka semua “ (Qs. Al Hijr : 92)

Rasullulah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “ Sesungguhnya Allah akan mempertanyakan setiap pemimpin dari apa yang telah di pimpin, apakah menjaga atau menyia-nyiakan “ ( Hadist hasan, diriwayatkan oleh Nasa’i)

Wahai para orang tua apakah kalian tega atau tidak merasakan kasihan terhadap anak – anak kalian kalau anak kalian sengsara didunia dan diakhirat kelak. Bukankah kebahagiaan yang kita inginkan untuk anak-anak kita, lalu apakah artinya kebahagiaan kalau didunia seakan – akan anak kita terlihat bahagia (menurut anggapan mereka) tapi diakhirat sengsara akibat para orang tua tidak memperhatikan pendidikan yang sesuai dengan apa yang diajarkan oleh agama islam, melalaikan pendidikan agama sehingga mereka terjatuh lepada perkara-perkara yang diharamkan Allah dan tidak menunaikan kewajiban-kewajiban yang diwajibkan atas mereka. Pada hakekatnya pun mereka tidak bahagia didunia dan diakhirat mereka terancam mengalami kesengsaraan akibat mereka tidak mengenal syariat ini dan mengamalkanya.

sumber: http://tauhiddansyirik.wordpress.com/2010/03/30/pendidikan-anak-tanggung-jawab-siapa/

Selasa, 01 November 2011

Buruan Cium Gue = Buruan Zinahi Gue

Buruan Cium Gue = Buruan Zinahi Gue


Kamu pasti udah tahu film layar lebar keluaran terbaru Multivison Plus ini. Bahkan sangat boleh jadi kamu merasa terlibat dan melibatkan diri dalam kontroversi film ini. Kalo saya sendiri rada males ikutan menuliskan di buletin ini. Kenapa? Karena bisa jadi hal ini kian melariskan film tersebut. Kritikan justru bisa berubah jadi iklan gratis. Tapi, alasan saya menuliskan kembali obrolan tentang kontroversi film yang dibintangi Masayu Anastasya dan Hengky Kurniawan ini tiada lain karena merasa tertantang dan sebagai salah satu bentuk tanggung jawab untuk meluruskan pemahaman kamu semua. Semoga saja kamu semua juga setuju.

Oya, jangan dianggap ngeguruin ye. Itu sebabnya, kita ngobrol aja. Ya, anggap saja tulisan kali ini semacam curhat aja. Karena saya yakin, kamu udah pada tahu kontroversi yang berkembang saat ini tentang film remaja yang emang judulnya provokatif itu.

Sobat muda muslim, rasanya sudah sering banget kita disuguhi film-film remaja model begini. Dari yang pesannya ‘halus' sampe yang provokatif seperti film ini. Kita juga sudah kenyang melahap beragam informasi yang sayangnya banyak banget yang error . Kalo nggak kuat-kuat iman mah , bisa bablas deh. Maklum, siapa sih yang nggak tergoda ketika disuguhi adegan syur. Apalagi itu cuma pantas dinikmati oleh mereka yang udah sah jadi suami-istri. Buat para lajang bisa gaswat tuh!

“Buruan Cium Gue”, yang ide cerita dan skenarionya ditulis oleh penulis pendatang baru, Ve Handojo ini mencoba memotret kehidupan remaja Jakarta dengan segala ulah dan permasalahannya. Berangkat dari pemikiran ini, Ve melihat bahwa ciuman di kalangan remaja masih dilihat sebagai sesuatu yang luar biasa. Banyak remaja yang penasaran bagaimana rasanya ciuman. Padahal, di balik satu ciuman sejuta resenya, seperti yang ditulis dalam slogan film ini.

Dari segi penggarapan cerita emang unik, meski hal itu udah biasa. Maklum, orang akan mudah terpikat dengan sesuatu yang umum tapi dengan kemasan yang lain daripada yang lain. Bisa jadi inilah yang diinginkan si penulis cerita dan juga produser film remaja ini.

Seperti yang udah kita ketahui bersama dalam cerita film ini (ciee bahasanya kok resmi amat. Kayak pak lurah aja!), karakter remaja yang penasaran ini tergambar lewat tokoh Desi (Masayu Anastasya), seorang murid kelas 3 SMU yang juga bekerja sebagai pembawa acara remaja di radio. Dia sudah menjalin hubungan asmara dengan Ardi (Hengky Kurniawan) yang sudah kuliah selama dua tahun. Selama berpacaran, Ardi ingin menerapkan gaya pacaran sehat dengan menjauhi segala bentuk kontak fisik, termasuk ciuman. (ada juga toh pacaran sehat? Jangan-jangan cuma sehat doang dalam pandangan hawa nafsu, tapi sejatinya melanggar syariat tuh!)

Oya, hubungan dua remaja ini mulus-mulus saja sampai suatu hari, di sela-sela siaran langsung di radio, Desi ditanya oleh seorang pendengar tentang pengalaman ciuman pertamanya. Karena terdesak, Desi berbohong dengan mengaku sudah pernah ciuman dengan Ardi. Pengakuan Desi membuat Ardi marah. Apalagi Desi diminta tampil di sebuah acara tv menceritakan pengalamannya itu bersama Ardi.

Masalah ini kontan membuat hubungan mereka terganggu. Ardi masih bersikeras tak mau mencium Desi, sementara Desi balik menganggap sikap Ardi terlalu kolot. Dari situ, Desi justru semakin penasaran untuk mendapatkan ciuman dari Ardi. Apalagi, teman-temannya selalu memanas-manasi untuk melakukannya. Desi pun mengerahkan segala cara demi merasakan ciuman pertamanya. Waduh!

Satu film berjuta dampaknya

Disinggung bahwa film ini terlalu agresif memperlihatkan adegan ciuman seperti yang terlihat dalam trailer -nya, dan justru akan mendorong remaja melakukan hal yang sama, terlebih dengan judulnya yang amat provokatif, produser Raam Punjabi hanya menjawab silakan menonton filmnya dulu sebelum memberikan penilaian. Walah!

Ketika ditanya lebih lanjut, Raam menambahkan, “Kita jangan cepat-cepat memberikan penilaian buruk mengenai masalah ciuman ini. Ciuman tidak dilarang dalam budaya kita, tergantung tempatnya di mana. Padahal, satu ciuman sejuta resenya. Kita ingin menunjukkan banyak pengalaman dan banyak pula akibatnya,” tandas Raam yang dijuluki sebagai rajanya sinetron remaja. (sinarharapan.co.id, 26/7/04)

Sobat muda muslim, film termasuk media komunikasi massa. Dari segi dampak atau pengaruhnya kepada khalayak jelas menjangkau lebih banyak massa. Beda banget kalo media kita cuma dinikmati teman satu kos atau keluarga di rumah aja. Tentunya, media itu cuma berdampak kepada sejumlah orang yang bisa diitung lewat jari. Tul nggak? Tapi satu film yang mengumbar maksiat, dan itu ditonton jutaan orang, wah, bisa dibayangkan dampaknya. Syerem abiz!

Ngomong-ngomong soal dampak sebuah film, kita bisa memelototi daftarnya yang emang cukup banyak. Kamu pernah nonton film Alladin versi Walt Disney? Dalam sebuah film animasinya yang berjudul Aladdin (1992), salah satu tema lagunya dengan nada cukup mengejek Islam dengan sebutan Arab adalah bangsa bar-bar, “It's barbaric, but hey, it's home” . Penonton terpengaruh? Tentu saja ada. Itu sebabnya sampai sekarang Amrik selalu curigesen sama etnis ini, yang menurut mereka mewakili Islam.

Saya pernah tanpa sengaja nonton film yang diputar lewat video dalam perjalanan ke luar kota menggunakan bis. Waktu itu film yang sedang diputar adalah Eraser . Film ini dibintangi oleh binaragawan asal Austria, Arnold Schwarzenegger. Dalam sebuah dialognya menyudutkan Hamas, kelompok pejuang Palestina, sebagai teroris. Ketika ditanya temannya, “Dari mana kamu dapatkan senjata ini?”. Jawaban Arnold, “Dari gerakan Hamas, teroris Palestina.”

Penodaan terhadap perjuangan Hamas dan rakyat Palestina melawan penjajah Israel sangat boleh jadi dipersepsi salah oleh ribuan, atau mungkin jutaan pemirsa yang menonton film tersebut. Diharapkan sikap pembelaan kepada Amrik dan Israel akan lebih besar setelah pemirsa nonton film ini.

Itu sebabnya, sangat boleh jadi jika banyak teman remaja yang takut dengan Islam dan merasa harus menolak ikut pengajian karena khawatir dianggap teroris, bukan saja karena seringnya membaca dan mendengar berita yang menyudutkan Islam, tapi bisa jadi karena kebanyakan nonton film laga Amrik macam Death Before Dishonor (1987), True Lies (1994), Executive Decision (1996), Delta Force yang dibintangi Chuck Norris , dan juga Top Gun yang pernah melambungkan nama Tom Cruise.

Jangan anggap enteng

Jangan anggap enteng soal dampak yang dihasilkan media massa. Isi film “Buruan Cium Gue” sangat mungkin untuk ditiru para remaja yang menjadi penontonnya. Sebab, gimana pun juga, film seringkali menginspirasi pemirsanya. Malah sangat boleh jadi akan diikuti rumah produksi lainnya jika ternyata film itu banyak ditonton orang (dasar otak kapitalis! Mikirnya duit mulu , soal moral mah ditaro di jempol kaki kali ye).

Sobat muda muslim, dalam kondisi seperti ini, alhamdulillah ternyata masih ada yang peduli untuk meluruskan keganjilan dari film ini (moga saja tulisan di buletin ini juga termasuk upaya amar ma'ruf wa nahyi munkar ).

“Bagi pria dan wanita yang bukan mahram, bersentuhan apalagi berciuman adalah perbuatan zinah. Dan film yang kira-kira judulnya Buruan Berzinah itu sama saja mengajak generasi muda kita untuk berzinah. Oleh karena itu saya mengimbau para sutradara dan pemain yang beragama Islam agar merenungi hal ini,” tutur Aa Gym saat menyampaikan ceramah di Masjid Itiqlal yang disiarkan langsung oleh SCTV 8 Agustus 2004.

Sebenarnya, sebelum Aa Gym mengeluarkan komentarnya di hadapan jutaan pemirsa televisi tersebut, berbagai mailing list (milis) perfilman dan pertelevisian juga sudah ramai membicarakan film yang digarap Sindo HW itu. Beragam tanggapan pro dan kontra pun keluar dari beberapa anggota milis. (suaramerdeka.com, 13/8/04)

Meski ini terjadi pro-kontra, tapi jangan anggap enteng bahwa kita boleh berbeda pendapat dalam masalah ini. Apalagi kemudian membiarkan masyarakat yang akan memilih. Wah, itu keliru. Kenapa? Karena, selain kebenaran bagi seorang muslim harus didasarkan pada ajaran Islam, juga untuk sesuatu yang jelas kerusakannya tidak perlu ada perbedaan pendapat atau perdebatan. Tapi harus segera diselesaikan lewat jalur hukum. Ditentukan kejelasannya. Nah, negara dong yang berperan besar dalam masalah ini. Tul nggak?

Film bernuansa pornografi ini sebetulnya bisa saja dengan mudah diberantas, asal penguasa di negeri ini mampu dan mau melakukannya dengan sepenuh hati. Cuma masalahnya, selama masih bermesraan dengan sistem kapitalisme yang emang rusak ini, maka nggak akan bisa selesai sampe tuntas. Selalu aja ada bara tersisa, dan itu bisa dikipasin lagi untuk kembali menyala. Maklumlah, penyelesaian setengah hati. Jangan kaget pula kalo kini permisivisme udah jadi ‘Tuhan'.

Itu sebabnya, tampak jelas kalo saat ini para pejabat negara nggak begitu selera untuk membenahi persoalan ini. Apalagi sekarang lagi mikirin hari bersejarah 20 September 2004. Pasti mikirnya kursi kepemimpinan melulu. Kalo pun peduli sama rakyat, ya, sebatas nyari simpati aja untuk milih dirinya nanti. Celakanya, kepedulian itu pun cuma diwujudkan dengan mengadakan lomba balap karung dan panjat pinang dalam rangka memperingati kemerdekaan. Tulalit banget kan? (masih mending kata Si Oneng di Bajaj Bajuri , “Emang tahun '45 ada balap karung Mak?” ketika Si Emak mau ikutan lomba balap karung memeriahkan 17-an).

Ini kapitalisme, Bung!

Emang sih, kalo kita mau ngelihat secara jernih dan dengan akal yang waras, sinema lokal maupun yang impor tidak menawarkan solusi yang jelas. Oke deh, kalo ngomongin muatan Islam, kayaknya nggak ada tuh yang bener. Kalo kita bicara soal moral saja, mana ada sinema kita yang mendidik ke arah sana. Tul nggak? Kalo ngajak kepada yang nggak bener emang banyak.

Selain itu, kayaknya bisa bikin otak kamu turun ke dengkul deh. Hampir semua sinetron dan juga film remaja menjual mimpi. Semua bercerita tentang cinta, selingkuh, dan pernak-perniknya. Cerita kayak gitu menjual mimpi banget! Bikin kita males mikir. Akhirnya, ya jadi generasi pemimpi. Bukan generasi impian. Astaghfirullah…

Ya, maklumlah sobat, hidup di jaman yang serba bebas nilai begini, kita bakalan dihadapkan terus pada persoalan kehidupan yang njlimet. Dalam sistem kehidupan kapitalisme, manusia diajarkan dan dilatih untuk hidup semaunya, alias bebas nilai. Karena, yang terpenting adalah menguntungkan secara materi. Perkara apakah akan membawa kerusakan moral apa kagak, baik buat dirinya maupun orang lain, bukan urusan penting. Nggak peduli lagi soal halal dan haram. Sebab, urusan duit adalah di atas segalanya. Ini kapitalisme Bung! Mafih fulus mampus!

Bagi kita saat ini, paling banter adalah pandai memilih dan memilah. Emang sih, seharusnya negara yang bertanggung jawab. Sebab, merekalah yang punya kekuatan untuk mengubah. Sayangnya, selama masih betah dengan sistem kapitalisme, harapan untuk lebih baik nyaris tak mungkin terealisasi. Intinya, kita pahami Islam, dan buanglah jauh-jauh ajaran kapitalisme-sekularisme dari kehidupan kita. Jadi, mari kita kampanyekan untuk tegaknya kembali syariat Islam, di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah. Islam, wajib diterapkan sebagai ideologi negara.

Sebab dalam Islam, negara akan memberikan program untuk menanamkan pemahaman secara rutin kepada warga negaranya. Kalo masih ada yang bandel, maka aturan dan sanksi yang diterapkan akan menjerat mereka. Beres. Setuju kan? Harus! Hidup Islam!

Sumber: http://www.dudung.net/buletin-gaul-islam/buruan-cium-gue.html

Aku Takut Menikah Karena Belum....

Aku Takut Menikah Karena Belum....

1. Belum Bekerja

Inilah masalah klasik seputar menikah, terutama bagi pihak pemuda. Ketika sudah merasa cocok dengan seorang muslimah, dan jika ditunda-tunda bisa berakibat buruk, ternyata si Pemuda belum punya pekerjaan untuk menghidupi keluarga kelak. "mau dikasih makan apa anak dan istri kamu, dikasih cinta doang ?!?" Begitulah perkataan sinis yang senantiasa terngiang-ngiang ditelinganya.

Seorang laki-laki memang merupakan tulang punggung dalam sebuah keluarga. Menghidupi seluruh anggota keluarga adalah tangging jawabnya. Rasulullah bersabda, yang artinya, "Bertaqwalah kepada Allahdalam memperlakukan wanita. Sebab kamu mengambilnya dengan amanat allah dan farjinya menjadi halal bagi kamu dengan kalimat Allah. (Menjadi) kewajiban kamu untuk memberi rizki dan pakaiannya dengan cara yang baik." (HR.Muslim)

Dengan demikian, penghasilan dalam suatu keluarga memang diperlukan. Namun sebenarnya, tidak berarti belum kerja kemudian tidak boleh menikah. Allah SWT berfirman, yang artinya, "Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian (belum menikah) diantara kamu, dan orang-orang yang layak menikah dari hamba-hamba sahayamuyang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui." (Surat An-Nur : 32)

Penghasilan bisa dicari setelah menikah. Yang pertama kali harus dilakukan adalah percaya dan yakin akan janji Allah pada firman-Nya di atas. Tak sedikit pemuda yang susah mencari kerja sebelum menikah, tapi setelah menikah ternyata banyak tawaran kerja dan peluang kerja.

Sebagai persiapan sebelum menikah, kesungguhan dalam menuntut ilmu dunia agar kelak mudah mendapatkan penghidupan yang baik pula untuk dilakukan. Walaupun tak selamanya relevan, kuliah yang baik dan dan prestasi yang bagus masih merupakan suatu modal yang dapat diandalkan dalam mencari kerja. Bagaimana kalau kuliah sudah terlanjur tidak karuan ? Jika sudah begini perlu juga pegang prinsip bahwa pekerjaan kelak tidak harus sesuai dengan bidang yang dipelajari saat ini. Banyak yang dapat rejeki lumayan dari bekerja dalam suatu bidang yang dulu tidak pernal dipelajari dalam jenjang pendidikan formal.

Persiapan lain yang bisa dilakukan adalah kuliah sambil kerja. Sembari menabung, juga bisa untuk jaga-jaga apabila ketika lulus nanti tidak langsung diterima bekerja sesuai bidang yang dipelajari.

2. Belum Lulus

Berbeda dengan yang pertama, masalah yang satu ini bisa menjadi penghalang bagi pihak pemuda dan pemudi. Mungkin seseorang sudah bekerja atau sudah punya prinsip untuk mencari kerja setelah menikah namun ia ragu untuk menikah gara-gara belumlulus kuliah. Bisa jadi pula yang punya alasan seperti ini sang pemudi pujaan hatinya. Bayangan kuliah sambil menikah baginya tampak menyeramkan. Kuliah sambil mengurus diri sendiri saja sudah repot apalagi jika harus ditambah tanggung jawab mengurus orang lain. Ditambah kalau si buah hati sudah lahir dan belum juga lulus kuliah, tampaknya akan tambah repot.

Sebenarnya, menikah tidaklah selalu mengganggu kuliah. Malahan hadirnya pendamping hidup baru bisa menambah semangat utuk belajar. Bisa jadi, sebelum menikah malas-malasan belajarnya, ketika sudah menikah malah tambah semangat dan tambah rajin untuk belajar. Tidak sedikit yang mengalami perubahan demikian, apalagi secara peraturan akademik seorang mahasiswa sudah diperbolehkan untuk menikah. Seorang mahasiswa sudah tidak dianggap ABG (Anak Baru Gede) lagi, tapi AUG (Anak Udah Gede) alias sudah dewasa. Seorang yang sudah dewasa dianggap sudah bisa bertanggung jawab apa yang menjadi pilihan hidupnya.

Memang benar untuk tetap mengadakan persiapan jika mengambil jalan menikah di saat masih kuliah. Yang pertama harus disadari adalah bahwa hidup berkeluarga adalah berbeda dengan hidup sendirian. Tidak pantas jika orang yang sudah menikah tetap bebas, lepas, menelantarkan keluarganya sebagaimana dulu bisa ia lakukan ketika masih lajang. Orang yang menikah sambil kuliah juga harus pandai-pandai mengatur waktu antara tanggung jawabnya dalam keluarga dan dalam belajar. Selain waktu, manajemen pemikiran juga solid, karena begitu menikah masalah-masalah dulu yang belum ada mendadak bermunculan secara serentak. Bagaimana memahami pasangan hidup baru, bagaimana jika hamil dan melahirkan, bagaimana mendidik anak, bagaimana mencari rumah -nebeng mertua atau cari kontrakan-, bagaimana bersikap kepada mertua, tetangga dan lain-lain, apalagi masih harus memikirkan pelajaran.

Pusing....? Semoga tidak. Sebenarnya menikah sambil kuliah bisa disiapkan sejak hari ini, bahkan juga sudah sejak SD. Modal awalnya adalah manajemen diri sendiri. Ketika seorang sudah sejak dahulu berlatih untuk hidup mandiri, akan mudah baginya untuk hidup berkeluarga. Misalnya saja sudah sejak SD bisa mencuci pakaian dan piring sendiri, mengatur waktu belajar, berorganisasi, dan bermain, mengatur keuangan sendiri, dan sebagainya. Kesiapan juga bisa diraih jika seseorang biasa menghadapi dan memecahkan problem hidupnya. Karena itu perlu organisasi dan bersaudara dengan orang lain, saling mengenal, memahami orang lain dan membantu kesulitannya.

3. Belum Cocok

Mungkin pula sudah lulus, sudah kerja, sudah berusaha cari calon pasangan tapi merasa belum menemukan pasangan yang cocok, sehingga belum jadi menikah pula, padahal sudah hampir tidak tahan ! Ini juga merupakan masalah yang bisa datang dari kedua belah pihak, baik pihak pemuda maupun pemudi. Kecocokan memang diperlukan. yang jadi ertimbangan dasar dan awal tetntu saja faktor agama, yaitu aqidah dan akhlaknya. Allah berfirman, yang artinya :

"Mereka (perrempuan-perempuan mukmin) tidak halal bagi laki-laki kafir. Dan laki-laki kafir pun tidak halal bagi mereka." (Al-Mumtahanah : 10)

Rasulullah juga bersabda, "Wanita itu dinikahi karena 4 hal : karena kecantikannya, karena keturunannya, karena kekayaannya, dan karena agamanya. Menangkanlah dengan memilih agamanya maka taribat yadaaka (kembali kepada fitrah atau beruntung)." (HR. Al-Bukhari, Muslim, dan lain-lain)

Keadaan yang lain adalah nomor dua setelah pertimbangan agama. Namun kebanyakan di sinilah ketidakcocokannya. Sudah dapat yang agamanya bagus tapi kok nggak cocok pekerjaannya, nggak cocok latar belakang pendidikannya, nggak cocok hobinya, warna matanya kok begitu, pakai kacamata, kok hidungnya...dan lain-lain.

Kalau mau mencari kekurangan tiap orang pasti punya kekurangan karena tidak ada manusia yang diciptakan secara sempurna. Sudah cantik, kaya, keturunan bangsawan, pandai, rajin, keibuan, penyayang, tidak pernah berbuat salah.

Ketika seorang pemuda atau pemudi sudah mau menikah, memang seharusnya cari tahu dulu tentang calon pasangan hidupnya ke sahabatnya, saudaranya atau ustadznya, atau yang lainnya, baik kelebihan maupu kekurangannya. Jika sudah tahu, tanyakan pada diri sendiri, apakah bisa menerima dan memaklumi kekurangan serta kelebihan si dia. Rasulullah bersabda, yang artinya,

"Janganlah seorang mukmin laki-laki membenci mukmin perempuan. Bila dia membencinya dari satu sisi, tapi akan menyayang dari sisi lain." (HR.Muslim)

Jadi, jangan hanya melihat kekurangannya saja, tapi juga perlu melihat kelebihannya. Ketika kekurangan sudah bisa diterima, kelebihan akan lebih bisa menimbulkan perasaan suka. Karea itu, jangan sampai sulit nikah karena dibikin sendiri.

4. Belum Mantap

Masalah satu ini juga bisa terjadi pada tiap orang pihak pemuda, pihak pemudi, baik yang sudah kerja atau yang belum, baik sudah lulus atau belum. Pertama kali, perlu diselidiki belum mantapnya itu karena apa, karena tak sedikit yang beralasan belum mantap, ketika ditelusuri larinya juga menuju ketiga masalah 'belum' di atas.

Namun ada juga yang belum mantap karena memang merasa persiapan dirinya kurang baik ilmu tentang pernikahan, keluarga, dan pernik-pernik di sekitarnya. Orang seperti ini malah tidak memusingkan masalah ketiga 'belum' di atas, karena memang dia merasa belum siap dan belum mampu.

Solusinya tidak lain adalah mementapkan dan mempersiapkan diri. Hal ini bisa ditempuh lewat menuntut ilmu tentang pernikahan, dan keluarga, baik dengan menghadiri pengajian, yang membahas masalah tersebut atau dengan membaca buku-buku mengenainya. Penting pula untuk menimba pengalaman kepada orang yang sudah menikah, karena kadang-kadang buku-buku dan ceramah ilmiah dan formal tidak membahas masalah praktis yang detail yang diperlukan agar siap menikah.

Senin, 31 Oktober 2011

5 Bekal Istri Aktivis Dakwah

5 Bekal Istri Aktivis Dakwah

dakwatuna.com – Seorang aktivis dakwah membutuhkan istri yang ‘tidak biasa’. Kenapa? Karena mereka tidak hanya memerlukan istri yang pandai merawat tubuh, pandai memasak, pandai mengurus rumah, pandai mengelola keuangan, terampil dalam hal-hal seputar urusan kerumah-tanggaan dan piawai di tempat tidur. Maaf, tanpa bermaksud mengecilkan, berbagai kepandaian dan ketrampilan itu adalah bekalan ‘standar’ yang memang harus dimiliki oleh seorang istri, tanpa memandang apakah suaminya seorang aktivis atau bukan. Atau dengan kalimat lain, seorang perempuan dikatakan siap untuk menikah dan menjadi seorang istri jika dia memiliki berbagai bekalan yang standar itu. Lalu bagaimana jika sudah jadi istri, tapi tidak punya bekalan itu? Ya, jangan hanya diam, belajar dong. Istilah populernya learning by doing.

Kembali kepada pokok bahasan kita. Menjadi istri aktivis berarti bersedia untuk mempelajari dan memiliki bekalan ‘di atas standar’. Seperti apa? Berikut ini adalah bekalan yang diperlukan oleh istri aktivis atau yang ingin menikah dengan aktivis dakwah:

1. Bekalan Yang Bersifat Pemahaman (fikrah).

Hal penting yang harus dipahami oleh istri seorang aktivis dakwah, bahwa suaminya tak sama dengan ‘model’ suami pada umumnya. Seorang aktivis dakwah adalah orang yang mempersembahkan waktunya, gerak amalnya, getar hatinya, dan seluruh hidupnya demi tegaknya dakwah Islam dalam rangka meraih ridha Allah. Mendampingi seorang aktivis adalah mendampingi seorang prajurit Allah. Tak ada yang dicintai seorang aktivis dakwah melebihi cintanya kepada Allah, Rasul, dan berjihad di jalan-Nya. Jadi, siapkan dan ikhlaskan diri kita untuk menjadi cinta ‘kedua’ bagi suami kita, karena cinta pertamanya adalah untuk dakwah dan jihad!

2. Bekalan Yang Bersifat Ruhiyah.

Berusahalah untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Jadikan hanya Dia tempat bergantung semua harapan. Miliki keyakinan bahwa ada Kehendak, Qadha, dan Qadar Allah yang berlaku dan pasti terjadi, sehingga tak perlu takut atau khawatir melepas suami pergi berdakwah ke manapun. Miliki keyakinan bahwa Dialah Sang Pemilik dan Pemberi Rezeki, yang berkuasa melapangkan dan menyempitkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki. Bekalan ini akan sangat membantu kita untuk bersikap ikhlas dan qana’ah ketika harus menjalani hidup bersahaja tanpa limpahan materi. Dan tetap sadar diri, tak menjadi takabur dan lalai ketika Dia melapangkan rezeki-Nya untuk kita.

3. Bekalan Yang bersifat Ma’nawiyah (mentalitas).

Inilah di antara bekalan berupa sikap mental yang diperlukan untuk menjadi istri seorang aktivis: kuat, tegar, gigih, kokoh, sabar, tidak cengeng, tidak manja (kecuali dalam batasan tertentu) dan mandiri. Teman saya mengistilahkan semua sikap mental ini dengan ungkapan yang singkat: tahan banting!

4. Bekalan Yang bersifat Aqliyah (intelektualitas).

Ternyata, seorang aktivis tidak hanya butuh pendengar setia. Ia butuh istri yang ‘nyambung’ untuk diajak ngobrol, tukar pikiran, musyawarah, atau diskusi tentang kesibukan dan minatnya. Karena itu, banyaklah membaca, rajin mendatangi majelis-majelis ilmu supaya tidak ‘tulalit’!

5. Bekalan Yang Bersifat Jasadiyah (fisik).

Minimal sehat, bugar, dan tidak sakit-sakitan. Jika fisik kita sehat, kita bisa melakukan banyak hal, termasuk mengurusi suami yang sibuk berdakwah. Karena itu, penting bagi kita untuk menjaga kesehatan, membiasakan pola hidup sehat, rajin olah raga dan lain-lain. Selain itu, jangan lupakan masalah merawat wajah dan tubuh. Ingatlah, salah satu ciri istri shalihat adalah ‘menyenangkan ketika dipandang’.

Akhirnya, ada bekalan yang lain yang tak kalah penting. Itulah sikap mudah memaafkan. Bagaimanapun saleh dan takwanya seorang aktivis, tak akan mengubah dia menjadi malaikat yang tak punya kesalahan. Seorang aktivis dakwah tetaplah manusia biasa yang bisa dan mungkin untuk melakukan kesalahan. Bukankah tak ada yang ma’shum di dunia ini selain Baginda Rasulullah?